KURSI


Kursi. Ia adalah bahasa Arab, dan juga bahasa Indonesia. Memiliki makna yang sama: tempat duduk. Padat, kecuali di Inggris.

Meskipun menempel dengan bokong, lebih dari itu, di bawah bokong, tetapi ia tetap mulia. Ia masuk dalam Alquran, dalam satu ayat khusus yang disebut dengan ayat kursi. Itu ayat khusus, bukan ayat apa pun yang ditulis di kursi.

Konon, ayat kursi bisa untuk mengusir setan. Itu jika setannya dari golong jin. Tapi kalau setannya dari golongan manusia, tidak akan mempan. Cara yang ampuh adalah, taruh ayatnya, lemparkan kursinya.

“Kursi Allah itu luas, seluas langit dan bumi.” Demikian petikan terjemahan dalam ayat kursi. Aduh, kalimat yang aneh. Tapi memang begitulah nasib terjemahan. Apa yang ia ketahui tentang suatu kosakata, akan diterjemahkan begitu juga.

Oke, mungkin tidak apa-apa menggunakan kata “kursi”, seperti beberapa politikus yang rebutan “kursi”. Tapi itu menjadi aneh, jika “kursi” dimaknai sebagai tempat duduk.

Mereka mengatakan Kursi adalah tempat duduk Tuhan. Kata mereka juga, Kursi adalah apa yang disebut sebagai Arsy. Mereka yang lain berkata, Kursi bukan Arsy. Arsy adalah tempat duduk Tuhan, sementara Kursi adalah bancik kaki-Nya.

Anjir. Dikiranya Tuhan berbokong sehingga harus duduk. Dikira Tuhan berkaki dan bisa kesemutan sehingga butuh bancik. Itu nggak masalah sebenarnya, jika bokong dan kaki dipahami secara metafora.

Ada yang berkata, Kursi adalah kekuasaan dan kerajaan. Orang Arab, biasa menyebut kekuasaan dan kerajaan dengan Kursi. Karena biasanya, penguasa dan raja itu duduk di kursi. Ini adalah penamaan sesuatu dengan nama tempatnya. Di Indonesia pun demikian. Banyak orang rebutan Kursi, maksudnya adalah rebutan kekuasaan dan jabatan.

Ada yang berkata, Kursi adalah adalah ilmu, karena biasanya orang yang paling berilmu adalah yang duduk di kursi. Kalau yang biasa-biasa saja, biasanya selehan. Ini zaman dulu, sewaktu belum banyak toko meubel..

Tapi yang paling masuk akal, adalah, Kursi merupakan simbol keagungan Allah, seperti Kakbah yang disebut baitullah, rumah Allah. Kalaupun Kursi memang benar-benar kursi seperti kursi pada umumnya, itu sama sekali tidak menunjukkan Allah “duduk” dalam pengertian tekstual di atas kursi itu. Sebagaimana rumah Allah yang memang berbentuk rumah seperti rumah pada umumnya. Okelah nggak umum di zaman sekarang karena desainnya cuma “gitu doang”, tapi itu tetap mirip rumah, setidaknya di zaman dulu. Namun demikian, bukan berarti rumah Allah adalah “tempat tinggal” Allah dalam pengertian tekstual: tempat Tuhan bernaung dari terik matahari dan dinginnya malam, tempat Tuhan tidur atau sekadar rebahan, atau apalah aktivitas yang biasa dilakukan manusia di rumahnya.

Mahasuci Allah dari segala penyerupaan.

Diterbitkan oleh Nuhid

Penulis adalah mahasiswa di universitas al-Azhar, Kairo.

2 tanggapan untuk “KURSI

Tinggalkan komentar