Tentang Ciuman Bibir


Dalam banyak tulisan, berkali-kali saya menerakan bahwa ada perbuatan baik yang harus dipublikasi, ada perbuatan baik yang boleh dipublikasi, ada perbuatan baik yang sebaiknya tidak dipublikasi, dan ada perbuatan baik yang haram dipublikasi. 

Perbuatan baik yang haram dipublikasi antara lain adalah hubungan seks antara pasangan suami istri. Memang, dalam hubungan seks tersebut ada pahala, tapi memublikasikannya, lebih besar dosanya ketimbang pahalanya.

Banyak yang belum paham tentang hal ini. Mereka mengutuk demikian dahsyat kepada yang memosting foto salat, atau foto tubuhnya yang kerempeng karena terlalu banyak puasa, atau foto puzzle-puzzle tasbih yang pretel berserakan karena seringnya dipakai wiridan, atau foto berlatar belakang kakbah, atau yang mengumumkan sedekahnya dalam pembangunan masjid-masjid dan santunan yatim piatu, tapi malah memberi tepuk tangan pada pasangan yang memamerkan kemesraan bukan pada tempatnya. 

Hal ini bukan saja dapat menyakiti mereka yang masih jomblo, (Uhuks, sorri, Bro!) tapi juga terkecam dalam agama lantaran dapat mengundang nafsu birahi.  

Yang saya maksud hubungan seks bukan hanya perilaku bersebadan yang itu, tapi juga dalam pemanasannya yang antara lain adalah ciuman bibir. 

Oh, Tuhan… Jangan siksa hamba-hamba-Mu yang tidak mengerti tentang hal ini. Barangkali mereka menganggap semua itu kebaikan, dan berlipat ganda kebaikannya jika dipublikasikan, karena boleh jadi ia telah dan hanya belajar Hadis tentang Man Sanna Sunnatan Hasanatan atau Man Sanna In Corporesano.

Ciuman bibir itu sebaiknya, maksud saya seharusnya… mmm, maksud saya, harus. Harus tidak dilakukan di tempat umum, secara langsung maupun melalui media sosial. Bukan hanya antara pasangan suami istri, apalagi pacar. Tapi juga ciuman persahabatan yang mulai marak di kalangan gadis-gadis masa kini, ciuman ibu kepada anaknya, kakak pada adiknya, apalagi anak perempuan kepada ayahnya seperti yang belum lama ini ditunaikan oleh pemopuler lagu “Sambalado” itu. Terasa pedas. Terasa panas.

Jika hal ini terus dibiarkan, lama-lama akan menjadi sebuah kewajaran. Dan kemudian tidak lagi dianggap sebagai keburukan. 

Dek, ketahuilah, sesungguhnya cinta bukanlah ajang pameran. Cinta adalah fitrah yang sakral, yang sebaiknya ditutup rapat-rapat agar dapat mengantar pada nikmat. Bukankah ketupat yang semakin rapat akan semakin nikmat?

Ngerti ora? Dasar Ndeso!

Diterbitkan oleh Nuhid

Penulis adalah mahasiswa di universitas al-Azhar, Kairo.

21 tanggapan untuk “Tentang Ciuman Bibir

  1. Dlm hal publikasi memang kita perlu etika estetika, klau gak, smuanya tampak bablas.

    Klimat terakhir yg bikin gmn gitu, haha…jd keinget sama yg trjdi bbrp hr ini, interlokusioner kata Pungkas Yuda Susena.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar