Saya tidak tahu apa itu NKRI dan apa itu khilafah. Yang saya tahu hanya bahwa saya NU. Itu pun saya tidak begitu tahu seluk beluknya.
Akhir-akhir ini, saya kerap menemui sebuah keluhan, “Mengapa NU berubah?”
Tidak penting bagi saya menghiraukan keluhan macam itu. Toh yang mengeluh bukan orang NU, atau hanya NU abal-abal, yang seakan-akan satu selimut bersama yang lain, tapi dia tidak memakai celana dan menebar virus HIV.
NU tidak berubah. Kalau pun berubah, yang berubah hanya penganutnya. Dan sejauh pengamatan saya, penganut NU sekarang, tidak terlalu berbeda dengan penganut NU ketika itu. NU-nya Mbah Hasyim dan Mbah Wahab tidaklah berbeda dengan NU-nya Kiai Said Agil Siradj dan Kiai Salahuddin Wahid. Kalau Kang Idrus Ramli, agak berbeda, sih, memang. Aneh. Mungkin karena dia kurang begitu suka dengan NKRI, dan terlihat sekali–walau tidak sebegitu benderang–mendukung gerakan khilafah. Boleh jadi juga karena NU-nya orang itu ada garisnya. Garis Lurus, katanya. Dan dia merupakan dedengkotnya.
Tapi bagi saya, selama masih menjalankan rukun NU, dia, mereka, dan kita semua, masih bisa dikategorikan NU.
Rukun Iman ada enam. Rukun Islam ada lima. Dan rukun NU ada tiga.
1. Dalam Akidah mengikuti Asy’ari atau Maturidi. Kalau ikut-ikutan Ibnu Taimiyah atau paham Wahabisme yang mengakui Tiga Tauhid (Rubūbiyah, Ulūhiyah, dan Asmā’ was Shifāt) atau turut bertauhid Mujassimah (seperti percaya bahwa Allah punya tangan, mata, kaki, wajah, dan bukan dalam pengertian majaz) maka mereka tidak termasuk NU, walaupun berpakaian hijau.
2. Dalam Fikih menganut empat mazhab: Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali. Ada yang berpendapat bahwa hanya boleh memilih salah satu dari empat mazhab itu. Ada yang membolehkan berpindah mazhab dalam keadaan tertentu. Ada yang memperbolehkan menggunakan semuanya. Asal tidak keluar dari empat tersebut. Jika Fikihnya langsung kepada Alquran dan Sunnah, tanpa mazhab, maka bukan termasuk NU.
3. Dalam Tasawuf menganut Imam Ghazali dan/atau Imam Junaid Albaghdadi.
Ada yang bertanya, “Apakah merokok juga bagian dari rukun NU.”
Saya menjawab, “Tidak. Ia hanya Min Bāb Mā Lā Yatimmul Wājib illā Bihī…“
“Min Bāb Mā Lā Yatimmul Wājib illā Bihī” artinya ini apa mas?
SukaDisukai oleh 1 orang
Seperti wudu. Ia sunnah, tapi kalau orang tidak wudu sebelum salat, maka salatnya tidak sah. Maka wudu dihukumi wajib.
SukaSuka
Ouw, seperti itu.
Paham aku arahnya kemana..:)
SukaDisukai oleh 1 orang
Demikian, Wallahu A’lam.
SukaSuka
Terakhirnya itu 😅
SukaDisukai oleh 1 orang
Itu yang paling inti, Bang.
SukaDisukai oleh 1 orang
Saya coba ringkaskan bgini:
Rukun NU ada tiga, yakni:
1. Dalam Akidah mengikuti Asy’ari atau Maturidi.
2. Dalam Fikih menganut empat mazhab: Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali. (Fikihnya tdk langsung kepada Alquran dan Sunnah).
3. Dalam Tasawuf menganut Imam Ghazali dan/atau Imam Junaid Albaghdadi.
Sebagai outsider, saya hanya manggut2, gak paham seluk beluknya secara rinci. Tapi ttp kagum dg gaya Anda menguraikannya pak ustaz.
Aplgi klimat terakhir, blm paham, yg ini:
Min Bāb Mā Lā Yatimmul Wājib illā Bihī…“
SukaSuka
Tentang kalimat terakhir itu, ada di komentar atas.
SukaDisukai oleh 1 orang