Toilet di Setiap Dinding


Di Mesir, ada sebuah kalimat menarik yang senantiasa relevan sejak zaman Firaun hingga dewasa ini: Kullu Jidār Hammām (Setiap dinding adalah toilet).

Hampir setiap hari penglihatan saya selalu terganggu oleh pria-pria Mesir yang menghadap tembok menyerupai peribadatan kaum Yahudi dalam peratapannya. Pria-pria Arab ini, baik yang masih remaja, dewasa, maupun yang sudah bau tanah, yang mengenakan celana membuka resletingnya, yang memakai gamis menyingkap gamisnya, dan sejurus kemudian tersembullah pusaka Rengkudewonya (ireng, kaku, gede, dan dowo) yang mampu memancarkan seni perairan.

Bahkan di malam hari, terkadang mereka berbuat lebih dari itu. Dari aroma kotoran yang dikeluarkan, pelaku pembuangan air besar ini hanya dilakukan oleh lelaki kelahiran sebelum 70-an.

Agaknya, budaya semacam ini memang sengaja tidak dihilangkan. Tadi pagi, saat mentari mulai mengepakkan sayapnya menghadiri undangan bumi, ketika saya sedang dalam penantian Bis jurusan Attabah, ada seorang ibu muda cantik hendak mengantar buah hatinya yang sepertinya masih TK ke sekolah. Anak kecil itu merajuk, “Ya Māmā.. Pipīss…” Ketika itu juga ibunya membuka resleting putranya dan menghadapkannya ke tembok.

Saya tetap terdiam. Pura-pura menatap langit agar tidak dicurigai mengintip. Saya menunggu lama, berharap ibunya melakukan hal yang sama. Tapi, penantian saya rupanya berujung sia-sia. 

Mungkin, karena inilah Kiai saya berpesan, “Mekkah itu kiblatnya salat, dan Mesir adalah kiblatnya ilmu. Maka rauplah sebanyak-banyaknya ilmu dari sana, bawa pulang semuanya, tapi jangan bawa pulang tradisinya.”

Diterbitkan oleh Nuhid

Penulis adalah mahasiswa di universitas al-Azhar, Kairo.

7 tanggapan untuk “Toilet di Setiap Dinding

  1. “berharap ibunya melakukan hal yang sama. Tapi, penantian saya rupanya berujung sia-sia. ”
    ngakak saat baca yang ini..
    kalau di indonesia bukan tembok, tapi pohon di pinggir jalan mas..
    setuju tentang ini “Maka rauplah sebanyak-banyaknya ilmu dari sana, bawa pulang semuanya, tapi jangan bawa pulang tradisinya”

    Disukai oleh 1 orang

  2. 😁😁😁
    Keren…keren seni perairan, 😁😁

    Berharap si ibu jg berbuat yg sama? 😁😁😁

    Betul, bwa ilmunya, tradisinya tunggu dulu. Krn memamg gak semua sesuai, ya gak? Bgitupun mungkin tradisinya berhijabnya (kaum muslimat), aplgi yg cuma kelihatan mata doang. Bgmn menurut pak ustaz?

    Suka

Tinggalkan komentar